Budaya patriakat yang dianut masyarakat Sikka dari masa lampau ternyata masih diwariskan sampai dikala ini. Konsekuensinya, urusan anak dan rumah tangga menjadi tanggung jawab ibu. Hamil dan melahirkan dianggap sudah kodrat seorang ibu. Menyusui dan membesarkan juga sepenuhnya wewenang ibu.
Padahal, anak intinya tidak pernah menginginkan kehadirannya di dunia ini. Anak intinya tidak menghendaki sebuah kehidupan tercipta. Kehadiran seorang anak merupakan konsekuensi dari cinta kasih orang tua, ayah dan ibu. Sebagai sebuah tanggapan dari perwujudan cinta kasih, sebenarnya anak mestinya dicintai setulusnya baik oleh ibu maupun ayah. Sebagai kepala keluarga, seorang ayah berkewajiban memenuhi segala nutrisi yang dibutuhkan anak semenjak dalam kandungan sampai minimal anak mencapai 1000 hari umurnya.
Makanan tidak hanya mensugesti kesehatan tubuh, tetapi juga otak. Anak membutuhkan asupan gizi yang sempurna untuk meningkatkan kemampuan otak mereka. Nutrisi yang baik dari kuliner sanggup meningkatkan memori otak dan keterampilan anak sehingga mereka menjadi lebih mahir dalam menghafal atau mengingat sesuatu.
Karena itu, asupan gizi yang seimbang mestinya sudah tersedia dalam jumlah yang cukup semenjak anak menyusu pada ibunya dalam bentuk ASI. Oleh dr. Zhang Wenhua seorang dokter seorang jago anak, pada dikala menyusui, seorang ibu sebenarnya sedang membentuk inteligensia dan emosional anaknya. ASI yang sang ibu berikan kepada anaknya mengandung komposisi gizi yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan otak bayi. Uji klinis telah pertanda bahwa bayi yang dibesarkan dengan ASI, IQ-nya (Intellegencia Quotient) lebih tinggi. Melalui proses menyusui, pendekatan intim antara bayi dan ibu, lebih gampang menumbuhkan EQ bayi dalam kepercayaan diri sendiri maupun orang lain.
Dimanakah kiprah sang Ayah ketika sang Ibu bertugas menyusui? Ayah wajib memenuhi nutrisi yang dibutuhkan ibu bagi asupan gizi sang anak. Kewajiban ini mutlak dipenuhi sang ayah sebab ayah bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah sebab untuk derma ASI langsung saja sangat diharapkan kiprah sosok seorang ayah. Menurut Menteri Kesehatan RI, para suami biar sanggup ikut berpartisipasi dalam menyukseskan derma ASI langsung dalam upaya mendorong derma kuliner bayi itu yang masih rendah di Indonesia. Kami melihat salah satu permasalahannya ialah sebab ini merupakan duduk masalah gender, para ayah kurang mau terlibat dalam derma ASI kepada anaknya, dan menjadikannya duduk masalah wanita saja. Oleh sebab itu, suami juga perlu dilibatkan dalam promosi ASI langsung ini.”
Berdasarkan pernyataan tersebut, jelaslah bahwa kiprah ayah dalam men-suplai kebutuhan gizi bagi anak masih sangat rendah. Ayah tidak terlalu peduli dengan duduk masalah menyiapkan kuliner pokok, mengolah materi kuliner menjadi hidangan seimbang, menyuapi anak, dan mendampingi anak selama proses tumbuh kembangnya. Berdasarkan data Susenas 2010, gres 33,6 persen atau sekitar sepertiga bayi yang mendapat ASI langsung mulai lahir sampai berusia enam bulan, cakupan yang dinilai masih sangat rendah.
Selain ASI langsung yang diberikan sampai bayi berusia 6 bulan, bayi pun memerlukan kuliner pendamping ASI yang cukup untuk tumbuh kembangnya. Pada prinsipnya, bayi memerlukan derma kuliner secara bertahap. Dari tahap awal yang dimulai dari yang cair, kemudian setengah padat, kemudian padat, dan dilanjutkan kuliner biasa berupa nasi dan lauk pauk. Tidak ketinggalan asupan air, vitamin, serta mineral untuk bayi haruslah cukup.
Bagaimana kiprah ayah dalam menyediakan kebutuhan gizi bagi anak selama 1000 hari pertama?
1.Sebagai suplair
Ayah harus berperan sebagai suplair atau penyedia. Ayah wajib menyediakan aneka macam kebutuhan ibu bukan hanya pada dikala menyusui, tetapi juga ketika anak masih dalam kandungan. Bahan kuliner sederhana, tetapi berkalori ibarat nasi, ubu-ubian, atau jagung, kampungan, tetapi bermineral ibarat daun singkong, daun merungge, daun katuk, dan murah, tetapi berprotein ibarat telur, ikan teri, kacang-kacangan merupakan materi kuliner penting yang harus disediakan ayah untuk ibu dan anak.
2.Sebagai pengolah
Ayah harus menjadi pengolah materi kuliner menjadi hidangan seimbang. Sudah saatnya ayah menjadi “Chef Master” keluarga pada dikala ibu dan anak memasuki masa emasnya. Makanan yang lezat tidak harus mahal, bukan? Pengolahan sederhana/tradisional sanggup dilakukan ayah sebab mengolah kuliner secara tradisional diyakini tidak menghilangkan zat makanan. Bening merungge, ketupat, rebus telur ialah hidangan seimbang kaya gizi bagi ibu dan anak. Rebus kacang hijau, bayam tumis, sangan ikan teri, dan nasi jagung juga merupakan hidangan seimbang yang kaya gizi. Menu masakan ibarat ini bisa dilakukan oleh semua ayah di Niang Sikka tanpa kecuali. Jika semuanya disiapkan dengan penuh cinta ibarat semenjak pandangan pertama dan disantap oleh ibu dengan penuh cinta akan tumbuh kembang si buah hati, pasti anak pasti menjadi pewaris keluarga yang sehat dan kuat.
3.Sebagai rekan sekerja
Ketika anak sudah mulai bisa makan sendiri, ibu dan ayah bisa menyebarkan kiprah dalam menyiapkan hidangan dan menyuapi si Kecil. Ayah harus bisa menjadi kawan sekerja ibu secara sukarela dan bahagia hati. Ayah harus bisa merayu anak untuk bisa makan sayur bening dan nasi. Ayah juga harus bisa mengendalikan anak untuk tidak mengonsumsi kuliner instan/cepat saji. Ayah harus bisa melatih anak untuk berani memilih pilihan dan bertanggung jawab atas pilihan kuliner yang dilakukan anak. Ayah dan ibu harus bisa meyakinkan anak bahwa kuliner bergizi tidak harus mahal.
4.Sebagai kepala keluarga yang bijaksana
Ayah harus bisa menjadi contoh dalam melaksanakan setiap pekerjaan. Ayah tidak bisa menyampaikan bahwa anak harus minum air putih, sementara ayah bisa minum moke. Ayah tak bisa melarang anak beli mie instan, sementara ayah membeli ikan kaleng untuk teman minum moke. Ayah tidak bisa melarang anak isap rokok, sementara ayah dengan nikmat menyedot asap tembakau. Untuk itu, jadilah ayah yang sebenarnya ayah dalam segala hal.
Demikian ungkapan pikiran sederhana yang sanggup kami tuangkan dalam goresan pena ini. Semoga bermanfaat bagi setiap keluarga di Niang Sikka, teristimewa bagi sesama kaumku. Di tangan kita generasi keluarga dan bangsa terwujud.
Ditulis dan dikirim oleh Robertus Adi Sarjono Owon
Penulis ialah guru yang mengabdi di SMPK Mayang Fidelis Maumere NTT
Padahal, anak intinya tidak pernah menginginkan kehadirannya di dunia ini. Anak intinya tidak menghendaki sebuah kehidupan tercipta. Kehadiran seorang anak merupakan konsekuensi dari cinta kasih orang tua, ayah dan ibu. Sebagai sebuah tanggapan dari perwujudan cinta kasih, sebenarnya anak mestinya dicintai setulusnya baik oleh ibu maupun ayah. Sebagai kepala keluarga, seorang ayah berkewajiban memenuhi segala nutrisi yang dibutuhkan anak semenjak dalam kandungan sampai minimal anak mencapai 1000 hari umurnya.
Makanan tidak hanya mensugesti kesehatan tubuh, tetapi juga otak. Anak membutuhkan asupan gizi yang sempurna untuk meningkatkan kemampuan otak mereka. Nutrisi yang baik dari kuliner sanggup meningkatkan memori otak dan keterampilan anak sehingga mereka menjadi lebih mahir dalam menghafal atau mengingat sesuatu.
Karena itu, asupan gizi yang seimbang mestinya sudah tersedia dalam jumlah yang cukup semenjak anak menyusu pada ibunya dalam bentuk ASI. Oleh dr. Zhang Wenhua seorang dokter seorang jago anak, pada dikala menyusui, seorang ibu sebenarnya sedang membentuk inteligensia dan emosional anaknya. ASI yang sang ibu berikan kepada anaknya mengandung komposisi gizi yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan otak bayi. Uji klinis telah pertanda bahwa bayi yang dibesarkan dengan ASI, IQ-nya (Intellegencia Quotient) lebih tinggi. Melalui proses menyusui, pendekatan intim antara bayi dan ibu, lebih gampang menumbuhkan EQ bayi dalam kepercayaan diri sendiri maupun orang lain.
Dimanakah kiprah sang Ayah ketika sang Ibu bertugas menyusui? Ayah wajib memenuhi nutrisi yang dibutuhkan ibu bagi asupan gizi sang anak. Kewajiban ini mutlak dipenuhi sang ayah sebab ayah bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah sebab untuk derma ASI langsung saja sangat diharapkan kiprah sosok seorang ayah. Menurut Menteri Kesehatan RI, para suami biar sanggup ikut berpartisipasi dalam menyukseskan derma ASI langsung dalam upaya mendorong derma kuliner bayi itu yang masih rendah di Indonesia. Kami melihat salah satu permasalahannya ialah sebab ini merupakan duduk masalah gender, para ayah kurang mau terlibat dalam derma ASI kepada anaknya, dan menjadikannya duduk masalah wanita saja. Oleh sebab itu, suami juga perlu dilibatkan dalam promosi ASI langsung ini.”
Berdasarkan pernyataan tersebut, jelaslah bahwa kiprah ayah dalam men-suplai kebutuhan gizi bagi anak masih sangat rendah. Ayah tidak terlalu peduli dengan duduk masalah menyiapkan kuliner pokok, mengolah materi kuliner menjadi hidangan seimbang, menyuapi anak, dan mendampingi anak selama proses tumbuh kembangnya. Berdasarkan data Susenas 2010, gres 33,6 persen atau sekitar sepertiga bayi yang mendapat ASI langsung mulai lahir sampai berusia enam bulan, cakupan yang dinilai masih sangat rendah.
Selain ASI langsung yang diberikan sampai bayi berusia 6 bulan, bayi pun memerlukan kuliner pendamping ASI yang cukup untuk tumbuh kembangnya. Pada prinsipnya, bayi memerlukan derma kuliner secara bertahap. Dari tahap awal yang dimulai dari yang cair, kemudian setengah padat, kemudian padat, dan dilanjutkan kuliner biasa berupa nasi dan lauk pauk. Tidak ketinggalan asupan air, vitamin, serta mineral untuk bayi haruslah cukup.
Bagaimana kiprah ayah dalam menyediakan kebutuhan gizi bagi anak selama 1000 hari pertama?
1.Sebagai suplair
Ayah harus berperan sebagai suplair atau penyedia. Ayah wajib menyediakan aneka macam kebutuhan ibu bukan hanya pada dikala menyusui, tetapi juga ketika anak masih dalam kandungan. Bahan kuliner sederhana, tetapi berkalori ibarat nasi, ubu-ubian, atau jagung, kampungan, tetapi bermineral ibarat daun singkong, daun merungge, daun katuk, dan murah, tetapi berprotein ibarat telur, ikan teri, kacang-kacangan merupakan materi kuliner penting yang harus disediakan ayah untuk ibu dan anak.
2.Sebagai pengolah
Ayah harus menjadi pengolah materi kuliner menjadi hidangan seimbang. Sudah saatnya ayah menjadi “Chef Master” keluarga pada dikala ibu dan anak memasuki masa emasnya. Makanan yang lezat tidak harus mahal, bukan? Pengolahan sederhana/tradisional sanggup dilakukan ayah sebab mengolah kuliner secara tradisional diyakini tidak menghilangkan zat makanan. Bening merungge, ketupat, rebus telur ialah hidangan seimbang kaya gizi bagi ibu dan anak. Rebus kacang hijau, bayam tumis, sangan ikan teri, dan nasi jagung juga merupakan hidangan seimbang yang kaya gizi. Menu masakan ibarat ini bisa dilakukan oleh semua ayah di Niang Sikka tanpa kecuali. Jika semuanya disiapkan dengan penuh cinta ibarat semenjak pandangan pertama dan disantap oleh ibu dengan penuh cinta akan tumbuh kembang si buah hati, pasti anak pasti menjadi pewaris keluarga yang sehat dan kuat.
3.Sebagai rekan sekerja
Ketika anak sudah mulai bisa makan sendiri, ibu dan ayah bisa menyebarkan kiprah dalam menyiapkan hidangan dan menyuapi si Kecil. Ayah harus bisa menjadi kawan sekerja ibu secara sukarela dan bahagia hati. Ayah harus bisa merayu anak untuk bisa makan sayur bening dan nasi. Ayah juga harus bisa mengendalikan anak untuk tidak mengonsumsi kuliner instan/cepat saji. Ayah harus bisa melatih anak untuk berani memilih pilihan dan bertanggung jawab atas pilihan kuliner yang dilakukan anak. Ayah dan ibu harus bisa meyakinkan anak bahwa kuliner bergizi tidak harus mahal.
4.Sebagai kepala keluarga yang bijaksana
Ayah harus bisa menjadi contoh dalam melaksanakan setiap pekerjaan. Ayah tidak bisa menyampaikan bahwa anak harus minum air putih, sementara ayah bisa minum moke. Ayah tak bisa melarang anak beli mie instan, sementara ayah membeli ikan kaleng untuk teman minum moke. Ayah tidak bisa melarang anak isap rokok, sementara ayah dengan nikmat menyedot asap tembakau. Untuk itu, jadilah ayah yang sebenarnya ayah dalam segala hal.
Demikian ungkapan pikiran sederhana yang sanggup kami tuangkan dalam goresan pena ini. Semoga bermanfaat bagi setiap keluarga di Niang Sikka, teristimewa bagi sesama kaumku. Di tangan kita generasi keluarga dan bangsa terwujud.
Ditulis dan dikirim oleh Robertus Adi Sarjono Owon
Penulis ialah guru yang mengabdi di SMPK Mayang Fidelis Maumere NTT